Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Tipe gempa bumi

Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.[1] Gempa bumi tektonik memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,[2]

[sunting] Penyebab terjadinya gempa bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi

[sunting] Sejarah gempa bumi besar pada abad ke-20 dan 21

Kerusakan akibat gempa bumi di San Francisco pada tahun 1906
Sebagian jalan layang yang runtuh akibat gempa bumi Loma Prieta pada tahun 1989

[sunting] Persiapan menghadapi gempa bumi

  • Persiapan untuk keadaan darurat
  1. Menentukan tempat-tempat berlindung yang aman jika terjadi gempa bumi. Tempat berlindung yang aman adalah tempat yang yang dapat melindungi anda dari benda-benda yang jatuh atau mebel yang ambruk, misalnya di bawah meja.
  2. Menyediakan air minum untuk keperluan darurat. Bekas botol air mineral dapat digunakan untuk menyimpan air minum. Kebutuhan air minum biasanya 2 sampai 3 liter sehari untuk satu orang.
  3. Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi) barang-barang yang sangat dibutuhkan di tempat pengungsian. Barang-barang yang sangat diperlukan dalam keadaan darurat misalnya:
    1. Lampu senter berikut baterai cadangannya
    2. Air minum
    3. Kotak P3K berisi obat menghilangkan rasa sakit, plester, pembalut dan sebagainya
    4. Makanan yang tahan lama seperti biskuit
    5. Sejumlah uang tunai
    6. Buku tabungan
    7. Korek api
    8. Lilin
    9. Helm
    10. Pakaian dalam
    11. Barang-barang berharga yang harus dibawa di saat keadaan darurat
  4. Mengencangkan mebel yang mudah rubuh (seperti lemari pakaian) dengan langit-langit atau dinding dengan menggunakan logam berbentuk siku atau sekrup agar tidak mudah rubuh di saat terjadi gempa bumi
  5. Mencegah kaca jendela atau kaca lemari pakaian agar tidak pecah berantakan di saat gempa bumi dengan memilih kaca yang kalau pecah tidak berserakan dan melukai orang (Safety Glass) atau dengan menempelkan kaca film
  6. Mencari tahu lokasi tempat evakuasi dan rumah sakit yang terdekat. Jika pemerintah setempat tidak mempunyai tempat evakuasi, pastikan anda tidak pergi ke tempat yang lebih rendah atau tempat yang dekat dengan pinggir laut/sungai untuk menghindari tsunami
  • Ketika Terjadi Gempa Bumi
  1. Matikan api kompor jika anda sedang memasak. Matikan juga alat-alat elektronik yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika terjadi kebakaran di dapur, segera padamkan api dengan menggunakan alat pemadam api. Jika tidak mempunyai pemadam api gunakan pasir atau karung basah
  2. Membuka pintu dan mencari jalan keluar dari rumah atau gedung
  3. Cari informasi mengenai gempa bumi yang terjadi lewat televisi atau radio
  4. Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat Anda berada, segeralah mengungsi ke tempat pengungsian terdekat
  5. Tetap tenang dan tidak terburu-buru keluar dari rumah atau gedung. Tunggu sampai gempa mereda, dan sesudah agak tenang, ambil tas ransel berisi barang-barang keperluan darurat dan keluar dari rumah/gedung menuju ke lapangan sambil melindungi kepala dengan helm atau barang-barang yang dapat digunakan untuk melindungi kepala dari benturan reruntuhan.
  6. Jika anda harus berjalan di tengah jalan raya, berhati-hatilah terhadap papan reklame yang jatuh, tiang listrik yang tiba-tiba rubuh, kabel listrik, pecahan kaca, dan benda-benda yang berjatuhan dari atas gedung
  7. Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat evakuasi. Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama
  8. Jika gempa bumi terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, jangan sekali-kali mengerem dengan mendadak atau menggunakan rem darurat. Kurangilah kecepatan secara bertahap dan hentikan kendaraan anda di bahu jalan. Jangan berhenti di dekat pompa bensin, di bawah kabel bertegangan tinggi, atau di bawah jembatan penyeberangan.

sejarah sains dan kebesaran allah SWT

ALLAH SWT menyatakan dalam kitab suci Al-Qur’an bahwa alam semesta diciptakan-Nya dalam enam perioda (fi sittati ayyam). Informasi ini tercantum dalam Al-A`raf(7):54; Yunus(10):3; Hud(11):7; Al-Furqan(25):59; As-Sajdah(32):4; Qaf(50):38; dan Al-Hadid(57):4.

Kata yaum (pluralnya ayyam) dalam Al-Qur’an menyatakan waktu yang beraneka ragam: masa yang abadi dan tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah(1):4), atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij(70):4), atau 1000 tahun (As-Sajdah(32):5), atau satu zaman (Ali Imran(3):140), atau satu hari (Al-Baqarah(2):184), atau sekejap mata (Al-Qamar (54):50), atau masa yang lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl(16):77), atau masa yang tidak terhingga singkatnya (Ar-Rahman(55):29).

Oleh karena itu sungguh tepat jika ungkapan fi sittati ayyam pada penciptaan alam semesta itu kita terjemahkan “dalam enam perioda”. Sudah tentu Allah tidak memerinci perioda demi perioda secara mendetail, sebab Al-Qur’an bukanlah kitab fisika atau astronomi. Sebagai petunjuk bagi umat manusia di segenap bidang kehidupan, Al-Qur’an hanya memuat garis besarnya saja. Jangankan perincian tentang terciptanya alam semesta, perincian tentang tatacara shalat pun tidak kita temui dalam Al-Qur’an.

Justru Allah memerintahkan kita untuk menalari alam semesta ini, termasuk proses penciptaannya dan hukum-hukum Ilahi (sunnatullah) yang berlaku padanya. Perintah Allah itu banyak kita temui dalam Al-Qur’an, misalnya Ali Imran(3):190-191, Yunus(10):101, Fusshilat(41):53, dan sebagainya. Dalam hal ini patut kita simak keterangan Prof. Dr. Hamka dalam Bab “Pendahuluan” buku karyanya, Tafsir Al-Azhar, Juz 1, sebagai berikut:

Bagian yang terbanyak daripada ayat-ayat Al-Qur’an ialah menyuruh manusia memperhatikan alam sekelilingnya, merenung dan memikirkannya. Ditekankan seruan agar kita mempergunakan akal. Dan setelah maju ilmu pengetahuan modern, bertambah jelas pula arti yang dikandung dalam ayat-ayat itu. Semuanya ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad SAW, melainkan langsung turun dari Allah SWT.

Kalau ada beberapa penafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an memberikan tafsir yang tidak tepat berkenaan dengan alam tadi, bukanlah berarti bahwa ayat itu tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, melainkan penafsir itulah yang tidak ada ilmu pengetahuan. Maka di dalam menafsirkan ayat-ayat keadaan alam ini, adalah dua hal yang perlu. Pertama, pengetahuan tentang makna tiap lafazh yang tertulis dalam ayat itu. Kedua, pengetahuan tentang ilmu alam yang berkenaan dengan ayat itu.

Pendapat yang seirama telah dikemukakan pula oleh Prof. Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya, The Bible, The Qur’an, and Science (American Trust Publications, Indianapolis, 1982):

The Qur’an, while inviting us to cultivate science, itself contains many observations on natural phenomena and includes explanatory details which are seen to be in total agreement with modern scientific data. There is no equal to this in the Judeo-Christian revelations.

Unfortunately, passages from the Qur’an, especially those relating to scientific data, are badly translated and interpreted. They may be explained by the fact that modern translators often take up, rather uncritically, the interpretations given by older commentators.

Dengan mengutip keterangan Prof. Dr. Hamka dan Prof. Dr. Maurice Bucaille di atas, saya ingin mengemukakan dua hal. Pertama, banyak ayat Al-Qur’an tentang fenomena alam yang harus digali dan dikembangkan oleh para sarjana dan intelektual Muslim. Kedua, banyak ayat Al-Qur’an mengenai fenomena alam yang selama ini diterjemahkan dan ditafsirkan secara kurang tepat.



Enam Perioda

Enam perioda penciptaan alam semesta dijelaskan oleh Allah SWT dalam Surat Fusshilat(41) ayat 9 – 12 sebagai berikut:

(9) Katakanlah: Sungguhkah kamu ingkar kepada Yang menciptakan bumi dalam dua perioda dan kamu jadikan bagi-Nya sekutu? Itulah Tuhan alam semesta.

(10) Dia menjadikan rawasiya (peneguh) dari atasnya, dan Dia memberkahi serta menentukan kadar aqwat(daya penjagaan)nya dalam empat perioda. (Rawasiya itu) sama bagi para penanya (peneliti alam semesta).

(11) Sesudah itu Dia berkuasa kepada langit yang masih berwujud asap (partikel-partikel mikro), lalu bersabda kepada langit dan kepada bumi: “Datanglah kamu berdua dengan sukarela atau terpaksa.” Kedua-duanya (langit dan bumi) menjawab: “Kami datang dengan sukarela.”

(12) Dia menggubah tujuh langit dalam dua perioda dan mewahyukan kepada setiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit dunia dengan pelita-pelita dan perlindungan. Itulah takdir Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Oleh karena langit dan bumi tercipta secara bersama-sama (ayat 11), maka dua perioda penciptaan langit (ayat 12) identik dengan dua perioda penciptaan bumi (ayat 9), dan dua perioda penciptaan langit dan bumi itu berlangsung sesudah empat perioda penciptaan rawasiya (ayat 10), sebab ayat 10 dan ayat 11 dihubungkan oleh kata tsumma (“kemudian, selanjutnya, sesudah itu”). Jadi, enam perioda penciptaan alam semesta terdiri atas empat perioda penciptaan rawasiya (peneguh) dan dua perioda penciptaan materi (langit dan bumi).


R a w a s i y a

Kata rawasiya merupakan derivasi dari kata dasar rasaa (triliteral atau tiga huruf dasar ra-sin-alif) yang secara harfiah artinya “menambat, mengikat, meneguhkan”, dan satu akar kata dengan mirsa (jangkar) dan mursa (berlabuh, buang jangkar). Rawasiya berarti “penambat, pengikat, peneguh”. Untuk memahami arti rawasiya, marilah kita lihat keterangan Allah dalam Al-Qur’an: “Dan Kami jadikan di bumi rawasiya (peneguh) agar berpusing bersama mereka” (Al-Anbiya’(21):31). “Dia menciptakan langit dengan tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia meletakkan rawasiya (peneguh) di bumi agar berpusing bersama kamu” (Luqman(31):10).

Sambil berpusing pada sumbunya sendiri (rotasi) dengan kecepatan 1667 km/jam, bumi beserta planet-planet lainnya berpusing mengelilingi matahari dengan kecepatan 108.000 km/jam atau 30 km/detik. Matahari bersama-sama seluruh anggota tatasurya berpusing mengelilingi pusat Galaksi Bimasakti (Milky Way) dengan kecepatan 225 km/detik. Galaksi Bimasakti itu sendiri (terdiri dari 100 miliar matahari) bersama galaksi-galaksi tetangganya berpusing mengelilingi pusat Superkluster (Adigugus) Virgo. Total jenderal, bumi kita berpusing dengan kecepatan 300 km/detik terhadap pusat Superkluster. Dengan kecepatan yang fantastis ini, kenyataannya kita berpusing bersama bumi dengan aman sentosa, malahan seolah-olah tidak bergerak.

Apakah rawasiya (peneguh) yang mengikat kita pada permukaan bumi? Apakah rawasiya yang menjaga benda-benda langit yang “tanpa tiang” (ghairi `amadin) tetap pada orbit masing-masing? Pertanyaan serupa dapat kita tujukan kepada dunia mikro: Apakah rawasiya yang membuat elektron-elektron tidak terlepas dari atom? Apakah rawasiya yang mengikat proton dan netron dalam inti atom? Semua pertanyaan itu kita gabungkan menjadi pertanyaan tunggal: Apakah rawasiya yang mengatur seluruh proses di alam semesta ciptaan Allah ini?

Para ilmuwan kini memahami bahwa semua proses yang berlangsung di alam semesta ini diatur dan diteguhkan oleh empat macam interaksi (gaya, force), yaitu:

Pertama, Interaksi Gravitasi, yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang mempunyai massa, mengatur tarik-menarik benda-benda, mulai dari meneguhkan kita pada permukaan bumi sampai kepada pembentukan tatasurya dan galaksi.

Kedua, Interaksi Elektromagnetik, yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang bermuatan listrik, mengatur seluruh reaksi kimia, mulai dari terbentuknya atom sampai kepada proses berfikir dalam otak manusia.

Ketiga, Interaksi Kuat (Strong Interaction), yaitu gaya yang mengikat partikel-partikel (zarrah-zarrah) proton dan netron yang menyusun inti atom.

Keempat, Interaksi Lemah (Weak Interaction), yaitu gaya yang mengatur perubahan suatu atom menjadi atom lain, mulai dari proses keradioaktifan (transmutasi inti) sampai kepada perubahan hidrogen menjadi helium pada matahari dan bintang sehingga tetap memancarkan cahaya.

Dalam kebanyakan tafsir Al-Qur`an, kata rawasiya yang secara harfiah berarti “peneguh” sering ditafsirkan “gunung”. Memang benar bahwa salah satu fungsi gunung adalah peneguh, tetapi janganlah semua kata rawasiya diterjemahkan “gunung”. Kenyataannya, orang-orang Arab tidak pernah menyebut gunung dengan istilah rawasiya! Rawasiya (peneguh) yang disediakan Allah bagi alam semesta ciptaan-Nya ini tiada lain adalah empat macam interaksi yang mengatur seluruh mekanisme langit dan bumi, yaitu gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Penelitian mutakhir mengungkapkan bahwa keempat macam gaya tersebut merupakan manifestasi dari sebuah “gaya tunggal” yang sama, dan memisah satu sama lain melalui empat tahapan penciptaan.

Firman Allah “Dia menentukan kadar daya penjagaannya dalam empat perioda, sama bagi para peneliti” (Fusshilat(41):10) yang diwahyukan pada abad ke-7 ternyata baru jelas artinya pada abad ke-20! Kata aqwat (plural dari qut) pada ayat ini sering diterjemahkan “makanan”. Padahal arti yang tepat adalah “daya penjaga”, dan hal ini berhubungan erat dengan salah satu sifat Allah, yaitu Al-Muqit (Maha Penjaga), sebagaimana tercantum dalam Surat An-Nisa’(4):85.


Big Bang (Dentuman Akbar)

Dalam Al-Qur’an, Al-Anbiya’(21):30, Allah berfirman: “Tidakkah orang orang kafir itu tahu bahwa langit dan bumi mulanya berpadu, lalu Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Tidakkah mereka percaya ?”.

Informasi Allah bahwa semua makhluk hidup dijadikan dari air mudah kita fahami, sebab kenyataannya 70–75% penyusun sel-sel makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme) adalah air. Kehidupan baru terbentuk di muka bumi setelah adanya air. Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan oksigen, tetapi tidak ada makhluk hidup yang survive tanpa air. Yang perlu mendapat perhatian adalah informasi bahwa langit dan bumi dahulunya padu lalu dipisahkan-Nya. Ini sangat erat dengan tema pokok kita: menalari terciptanya alam semesta!Hakikat Materi

Alam semesta ini pada hakikatnya merupakan ikatan atom-atom, yang setiap saat mengalami penyusunan ulang (rearrangement) dengan diatur oleh empat macam rawasiya (peneguh), sehingga segala sesuatu di alam semesta senantiasa berubah secara terus-menerus. Bunga mekar dan layu, air menguap, warna memudar, kayu melapuk, logam berkarat, kita makin dewasa dan tua, serta matahari dan bintang suatu saat akan padam karena kehabisan bahan bakar hidrogen. Panta rhei, kata orang Yunani, “semuanya mengalir”, semuanya fana. Hanya Allah SWT, Sang Pencipta Materi, yang tetap abadi.

Suatu atom tersusun dari inti atom dan elektron-elektron, yang diteguhkan oleh rawasiya elektromagnetik. Untuk memisahkan elektron-elektron dari inti atom, diperlukan energi satu elektron-volt (1 eV) yang setara dengan suhu 10(4) K (sepuluh ribu derajat). Suhu rata-rata alam semesta sekarang, yaitu suhu ruangan antar bintang, adalah tiga Kelvin atau minus 270 derajat Celcius. Pada masa silam, suhu alam semesta tentu jauh lebih tinggi. Menurut perhitungan, alam semesta bersuhu 10(4) K (pada suhu setinggi ini perbedaan skala Kelvin dan Celcius dapat diabaikan) pada saat alam semesta berusia 1,2 x 10(13) detik atau sekitar 380.000 tahun sesudah “Waktu Nol” (Time Zero). Yang dimaksudkan dengan “Waktu Nol” adalah saat terjadinya Big Bang yang memulai penciptaan alam semesta.

Jadi, atom baru tercipta ketika alam semesta berusia 380.000 tahun. Sebelum itu, alam semesta hanya merupakan kumpulan inti-inti atom dan elektron-elektron, yang belum mampu bergabung membentuk atom, sebab suhu masih terlampau tinggi.

Inti atom tersusun dari nukleon-nukleon (partikel-partikel inti). Ada dua jenis nukleon, yaitu proton-proton dan netron-netron, yang bergabung membentuk inti atom dengan diteguhkan oleh rawasiya gaya kuat (strong interaction). Untuk menguraikan inti atom menjadi proton-proton dan netron-netron yang bebas, diperlukan energi satu juta eV, yang setara dengan suhu 10(10) K (sepuluh miliar derajat), yaitu suhu pada saat 180 detik atau tiga menit sesudah Waktu Nol. Dengan perkataan lain, inti atom baru tercipta ketika alam semesta berusia tiga menit. Sebelum itu, energi dan suhu masih sangat tinggi, sehingga proton-proton dan netron-netron belum mampu bergabung membentuk inti atom.

Sejak tahun 1963 (atas penemuan Murray Gell-Mann dari Institut Teknologi California yang meraih Nobel fisika tahun 1969), diketahui bahwa proton dan netron tersusun dari partikel-partikel yang dinamai quark. Untuk menguraikan proton dan netron menjadi quark-quark, diperlukan energi satu miliar eV, yang setara dengan suhu 10(13) K (sepuluh triliun derajat), yaitu suhu alam semesta ketika berusia 10(-6) detik (sepersejuta detik sesudah Waktu Nol). Jadi, proton dan netron baru tercipta ketika alam semesta berusia 10(-6) detik. Sebelum itu, alam semesta hanya berupa kumpulan quark-quark dan lepton-lepton. Yang dimaksudkan dengan “lepton” adalah partikel-partikel yang sangat ringan (massa sangat kecil), yaitu elektron beserta “saudara-saudaranya”. Perbedaan utama antara quark dan lepton adalah jenis interaksi yang bekerja pada mereka. Quark mengalami interaksi gaya kuat dan gaya lemah, lepton hanya mengalami interaksi gaya lemah saja.


Pada tahun 1929, seorang ahli astronomi Amerika, Edwin Powell Hubble, mengamati bahwa garis spektrum cahaya dari galaksi-galaksi di luar Bimasakti bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih besar, atau bergeser ke arah “merah” (red shift). Berdasarkan hukum fisika yang dikenal sebagai Efek Doppler, hal itu berarti bahwa galaksi-galaksi saling menjauhi satu sama lain. Kemudian diketahui bahwa makin jauh galaksi tersebut, makin besar pula kecepatan menjauhnya. Dengan perkataan lain, alam semesta sekarang berada dalam keadaan berekspansi (mengembang). Lebih dari 14 abad yang silam, tatkala ilmu astronomi modern belum ada, Firman Suci telah berkumandang: "Dan langit Kami membangunnya dengan kekuasaan dan sesungguhnya Kami yang mengembangkannya (wa inna lamusi`un)" dalam Adz-Dzariyat(51) : 47.

Konsekuensinya, alam semesta di masa silam tentu lebih rapat daripada sekarang. Maka pada tahun 1946, George Gamow dari Universitas George Washington, dengan dibantu Ralph Alpher dari Universitas Johns Hopkins dan Hans Bethe dari Universitas Cornell, menyusun hipotesis: pada mulanya seluruh isi alam semesta ini berpadu dalam tingkat kepadatan yang tidak terhingga (infinite density), lalu dengan proses Dentuman Akbar (Big Bang) maka terciptalah alam semesta ini.

Pada tahun 1964, James Peebles dan Robert Dicke dari Universitas Princeton memprediksi bahwa jika benar alam semesta tercipta melalui proses Big Bang, tentu sisa radiasi dentuman akbar itu masih bisa diamati sekarang. Dan menurut perhitungan mereka, sisa radiasi itu setara dengan suhu sekitar tiga sampai lima derajat Kelvin. Setahun kemudian, Arno Penzias dan Robert Wilson dari Laboratorium Bell, New Jersey, berhasil menangkap sisa radiasi Big Bang itu dengan antena yang supersensitif, yaitu radiasi yang tersebar secara seragam di segala penjuru jagad raya (dikenal sebagai cosmic microwave background) pada tingkat sekitar tiga derajat Kelvin, tepatnya 2,726 K. Atas penemuan yang sangat berharga ini, Penzias dan Wilson meraih hadiah Nobel bidang fisika pada tahun 1978.

Kini, peristiwa Big Bang yang memulai penciptaan alam semesta itu bukan hanya sekedar teori, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu fisika dan astronomi modern. Bilakah peristiwa Big Bang itu terjadi? Atau, berapakah usia alam semesta sekarang? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu berkenalan dengan apa yang disebut Tetapan Hubble (H), yaitu kecepatan galaksi-galaksi saling menjauh: 70 kilometer per detik per megaparsec. Satu megaparsec adalah 3,26 juta tahun-cahaya, dan satu tahun-cahaya adalah 9,4605 x 10(12) km atau sekitar 10 triliun km (sebagai bandingan, keliling bumi cuma 40.000 km, jarak matahari-bumi cuma 150 juta km). Artinya galaksi-galaksi dengan jarak 3,26 juta tahun-cahaya saling menjauh dengan kecepatan 70 km/detik. Oleh karena kecepatan cahaya 300.000 km/detik, dan waktu adalah jarak dibagi kecepatan (jika Anda mengendarai mobil sejauh 300 km dengan kecepatan 60 km/jam, waktu yang Anda perlukan adalah 5 jam), maka usia alam semesta = 3,26 x 10(6) x 3 x 10(5) dibagi 70, yaitu 1,397 x 10(10) tahun atau sekitar 14 miliar tahun.